Selasa, 16 Februari 2016

PETA SUMATERA SELATAN

PETA PERSEBARAN SITUS-SITUS SRIWIJAYA DI SUMATERA SELATAN

KELOMPOK PRASASTI

KELOMPOK PRASASTI

Tata Pameran pada Museum Sriwijaya memamerkan temuan-temuan prasasti sriwijaya yang lainnya, baik prasasti yang ditemukan di wilayah Sumatera Selatan maupun ditemukan diluar Sumatera Selatan. Prasasti yang dikeluarkan sriwijaya pada umumnya ditulis dengan aksara Pallawa dengan menggunakan bahasa melayu kuno, hal ini menunjukan eratnya hubungan antara penguasa dan rakyat, lain halnya dengan prasasti-prasasti tarumanegara dan kutai kuno yang menggunakan bahasa sansekerta, bahasa tinkat tertinggi yang hanya dimiliki oleh kaum agamawan India Kuno.

Prasasti merupakan sumber sejarah tulis berupa benda atau artefak yang berbentuk tiga dimensi, seperti batu, logam, kayu dan lain-lain. berita tentang Kerajaan Sriwijaya mulai populer dan terkenal sejak ditemukannya beberapa prasasti yang umumnya berasal dari abad ke-7 masehi. prasasti-prasasti yang ditemukan diwilayah sumatera selatan pada umumnya berasal dari masa sriwijaya, baik yang berisi tentang suatu peringatan, persumpahan atau kutukan, dan keagamaan/kepercayaan. selain diwilayah sumatera selatan, prasasti masa sriwijaya juga ditemukan wilayah jambi, lampung bahkan juga di ligor dan nalanda.

SISTEM BIROKRASI SRIWIJAYA

PEMERINTAHAN, MILITER, DAN SOSIAL  (sistem birokrasi sriwijaya)

Menurut de Casparis Kedatuan Sriwijaya dibagi dalam beberapa mandala (semacam provinsi), dan setiap mandala dikuasai oleh seorang datu. Di bawah datu ada seorang  pembesar yang bergelar parvvanda yang bertugas sebagai  ketua hulubalang dan bertanggung jawab dalam hal ketenteraan.

Dalam tingkatan sosial dan pemerintahan terdapat empat kelas putra-putra raja. Putra raja yang utama adalah yuvaraja yang berperan sebagai putra mahkota atau raja muda. Tingkatan di bawahnya ialah pratiyuvaraja, yang dapat naik ke tingkat atasnya jika yuvaraja mangkat. Tingkatan berikutnya adalah rajakumara, yang dapat menggantikan dua tingkat di atasnya. Tingkat yang keempat bergelar rajaputra, yang tidak berhak menuntut tahta mahkota karena merupakan anak raja dari selir atau isteri kedua.

Dalam organisasi sosial dan politik tedapat dua tingkatan utama. Tingkat pertama adalah raja, putra putrinya dan kaum kerabat. Tingkatan kedua terdiri dari berbagai golongan pejabat Kedatuan, seperti senapati, nayaka, pratyaya, haji pratyaya dan dandanayaka. Senapati adalah kepala hulubalang atau panglima perang. Nayaka adalah ketua bendahara yang bertugas mengurusi perbendaharaan kedatuan. Haji pratyaya adalah tumenggung kedatuan,  dan dandanayaka adalah hakim.

Seperti halnya kota-kota di nusantara atau di dunia, di pusat Sriwijaya juga tinggal bermacam-macam orang yang mempunyai keahlian khusus, seperti vasikrama (pande besi), kayastha (juru tulis) dan pemahat, serta sthapaka (arsitek). Sebagai negara maritim dan perdagangan di kota Sriwijaya juga tinggal puhavam (nakhoda kapal), dan vaniyaga (pedagang).


Sthapaka (arsitek) diperlukan untuk merencanakan bangunan-bangunan keagamaan, pemahat diperlukan untuk membuat arca, pande besi diperlukan untuk membuat senjata, arca, dan barang-barang logam lainnya. Sisa-sisa hasil keahlian tersebut masih tertinggal di beberapa lokasi. Situs Kambang Unglen  dan Talang Kikim yang menunjukkan sisa industri manik-manik. Situs Gedingsuro dan Talang Kikim menunjukkan sisa kegiatan pertukangan logam. Situs Candi Angsoka dan Lemahabang menunjukkan kegiatan para pemahat.

EKSKAVASI BUKIT SIGUNTANG

EKSKAVASI DI BUKIT SIGUNTANG

Pada  tahun  2013 Balai Arkeologi Palembang telah melakukan ekskavasi di Bukit Siguntang, dengan cara membuka dua kotak galian. Dari ekskavasi di kedua kotak galian itu berhasil menampakkan adanya struktur bangunan dari batu bata yang diperkirakan sisa-sisa sebuah stupa. Selain itu dari kotak galian tersebut juga ditemukan pecahan pecahan keramik. Sisa struktur bangunan bata yang ditemukan di Bukit Siguntang ini berasal  dari abad ke-6 Masehi.
      
  



Senin, 15 Februari 2016

KOTA PALEMBANG

KOTA PALEMBANG

Kota Palembang merupakan ibu kota Provinsi Sumatera Selatan denga luas wilayah 400,61 km2 berpenduduk 1.394.954 jiwa. Wilayah kota Palembang terbagi atas 16 kecamatan dan 107 kelurahan (Palembang dalam angka 2008)
Kota Palembang merupakan kota tertua diindonesia. Berbagai peninggalan sejarah dan kepurbakalaan terdapat dikota Palembang, antara lain yang berhubungan dengan Kerajaan Sriwijaya separti situs karang anyar, prasasti kedukan bukit, prasasti telaga batu, dan prasasti talang tuo, peninggalan sejarah yang berkaitan dengan kesultanan Palembang darusalam separti benteng kuto besak, masjid agung, dan komplek makam kesultanan Palembang/makam kawah tengkurep, dan kantor walikota Palembang merupakan bangunan peninggalan zaman colonial yang dibangun pada tahun 1928, serta goa bekas pertahanan tentara jepang yang terdapat dikawasan ario kemuning dan dibagian halaman belakang komplek RSRK charitas.

Dipalembang juga terdapat peninggalan agama hindu, seperti situs candi angsoka, aca ghanesha, arca siwamahadewa, arca wisnu diatas garuda, siwa diatas wahana dan arca brahma, kesemua arca tersebut disimpan dimuseum nasional dan terdapat replica dari arca tersebut di Museum Sriwijaya.  

SITUS KARANG ANYAR

SITUS KARANG ANYAR

Terletak di kelurahan Karang Anyyar Ilir barat II Kota Palembang. Ekskavasi yang dilakukan disitus ini menemukan keramik, kemudi perahu serta beberapa fragmen yang memeperkuat kesimpulan bahwa kota Palembang pernah menjadi pusat kerajaan Sriwijaya disitus ini telah dibangun komplek Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya (TPKS) yang terdiri dari tiga bangunan utama yaitu Museum, gedung Pendopo agung, dan gedung prasasti. Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya diresmikan  pada tanggal 22 Desember 1994 oleh presiden RI Soeharto yang ditandai dengan diletakan replica prasasti kedukan bukit. 


Situs karanganyar merupakan salah satu situs masa sriwijaya di Palembang yang memiliki ciri khas berupa pemukiman dengan sistem jaringan air buatan, terletak dikelurahan karanganyar. berdasatkan intepretasi foto udara tahun 1984 menampakan situs karanganyar sebagai sebuah fitur berupa bangunan air, terdiri dari kolam, dua pulau dan kanal. dengan areal sekitar 20 hektar.

dua pulau yang terdapat ditengah-tengah kolam tersebut adalah pulau nangka dan pulau cempaka. pulau cempaka memiliki ukuran 40 x 40 m2 dan dikelilingi kolam besar dengan ukuran 145 x 300 m2, sedangkan pulau nangka berukuran 465 x 325 m2 dikelilingi kanal berukuran 15 x 1190 m2.

keberadaan kolam dan kanal tersebut diduga berfungsi sebagai waduk atau penampungan aair untuk mengendalikan pasang surut sungai musi. bangunan air ini adalah hasil teknologi bangunan basah yang mencerminkan kemampuan sriwijaya beradabtasi dengan lingkungannya, kondisi ini sesuai dengan isi prasasti Talang Tuo yang menyatakan bahwa Sriwijaya membuat taman yang dilengkapi dengan bendungan dan kolam-kolam.

serangkaian kanal, pulau dan bagian-bagian lainnya memperkenalkan Karanganyar sebagai sebuahkarya arsitektur masa lampau yang berkaitan dengan bangunan aair, adanya temuan berupa bangunan air, struktur batu bata dan keramik disitus ini merupakan bukti hunian manusia pada masa lalu.

tata letak bangunan air ini tampakny telah dipersiapkan secara khusus dan dirancang dengan matang untu keperluan tertentu. keberadaan kolam dan parit ini diduga berfungsi sebagai waduk atau penampungan air untuk mengendalikan pasang surut sungai musi dan transportasi pedalaman.
langkah pemerintah dalam usaha pelestarian situs tinggalan sriwijaya tersebut adalah dengan pembangunan taman purbakala lengkap dengan museumnya, yaitu sebuah taman yang dibuat pada situs arkeologi karena nilai penting kepurbakalaannya perlu dilestarikan dan dimanfaatkan bagi kepentingan umum. dipilihnya situs karang anyar sebagai lokasih taman dengan alasan antara lain merupakan bangunan yang monumental dan mencirikan kota sriwijaya sebagai kota dengan pemukiman lahan basah. 

pada tanggal 20 desember 1994 Taman TPKS dam Museum TPKS diresmikan oleh Presiden Soeharto, dengan tujuan untuk melestarikan dan memaerkan tinggalan sriwijaya sehingga tampak peran sriwijaya dalam sejarah kuno Indonesia.



ARCA AWALOKITESWARA

ARCA AWALOKITESWARA

Arca Awalokiteswara ini aslinya terbuat dari batuan andesit disimpan di Museum Nasional). Arca ini dalama posisi berdiri diatas asana tetapi sudah hilang, dan jari-jari lurus kedepan, mempunyai empat buah tangan tetapi tiga diantaranya telah patah, yang tersisa hanya tangan kiri belakang membawa sesuatu yang tidak jelas. Menggunakan jubah dibawah pusat sampai di atas mata kaki dan dibagian tengah kakinya diwaru. Rambut ikal keriting, panjangnya sebatas tengkuk, sebagian terurai diatas bahu. Mata setengah tertutup (inlook), hidung mancung, mulut seolah tersenyum dan lubang telinga panjang. Perhiasan terdiri upawita lebar yang dibentuk pita diatas bahunya. Ikat perut dengan gasper juga berbentuk pita.

Mahkota yang dikenakan diikat dikepala belakang dan pada mahkota tersebut terdapat arca amithaba (sebagai bapak rohani atau dewa pelindung) dalam posisi duduk diatas padmasana  terdapat direlung kecil diisi depan mahkota, pada bagian belakang punggung arca awalokiteswara terdapat sebaris prasasti pendek yang menggunakan bahasa sansekerta denagn huruf palawa jawa kuno berbunyi : …….ACCARYYA……… dan seterusnya. Arca awalokiteswara ini diduga berasal dari sekitar abad ke-9 masehi.

PRASASTI KARANG BERAHI

PRASASTI KARANG BERAHI


Prasasti ini merupakan satu-satunya prasasti sriwijaya yang ditemukan di Provinsi Jambi, tepatnya ditepi sungai merangin, ditemukan tahun 1904 oleh L.Berkhout, kontrolir di Bangka. Berhuruf Pallawa berbahasa Melayu kuno terdiri dari 16 baris, prasasti ini tidak berangka tahun, tetapi dari kajian Paleografi dan isi, diperkirakan berasal dari abad ke-7 M. isinya mirip dengan parasasti kota kapur, yaitu memuat kutukan-kutukan bagi mereka yang tidak taat pada raja sriwijaya. Namun prasasti ini tidak memuat tentang penyerangan oleh tentara sriwijaya sebagaimana prasasti kota kapur.

PRASASTI BOOM BARU

PRASASTI BOOM BARU


Prasasti ini ditemukan oleh seorang penduduk yang bernama rizal pada saat sedang menggali pasir dihalaman pelabuhan boom baru. Secara fisik bentuk keseluruhannya bulat telur, tapi bagian atasnya patah sehingga beberapa baris kalimat dalam prasasti ini hilang. Dibidang permukaannya, bagian tengah rusak terbelah, aksara dipahat dalam batu alam agak kemerah-merahan dari jenis batu andesit, degan menggunakan teknis penulisan mendatar. Secara keseluruhan aksara masih jelas terbaca, kecuali pada bagian-bagian yang telah rusak tinggi huruf berkisar 3 sampai 4 cm. menggunakan huruf pallawa tidaak berangka tahun tetapi ditinjau dari segi paleografi diperkirakan berasal dari abad ke-7 M. berisi tentang sumpah atau kutukaan (saphata) dari penguasa kerajaan sriwijaya.

PRASASTI KOTA KAPUR

PRASASTI KOTA KAPUR

Prasasti Kota Kapur ditemukan dilahan yang dikelilingi benteng tanah dipinggir sungi mendo, dusun kota kapur, desa penagon, kecamatan mendo barat, provinsi Bangka tahun 1829 Masehi, prasasti ini berhuruf pallawa dan berbahasa melayu kuno, serta bertarikh 608 saka atau 686 Masehi, teknis penulisan vertical, dari bawah keatas dengan ukuran tinggi huruf 2 – 3 cm dan terdiri dari 10 baris. Prasasti ini memuat kutukan-kutukan bagi mereka yang tidak taat dengan raja sriwijaya, selain itu, dapat diperoleh informasi keberangkatan pasukan sriwijaya ketika menyerang bumi jawa yang tidak patuh kepada  sriwijaya.


PRASASTI TALANG TUO

PRASASTI TALANG TUO


Prasasti Talang tuo ditemukan didusun talang tuo, Palembang tahun 1920 oleh L.C Westeneang, seorang warga belanda yang menjadi residen Palembang saat itu. Penemuan prasasti ini dimuat dalam majalah Oudheid Kundige verslag tahun 1920 dan fotonya dimuat dalam majalah djawa tahun 1921. Prasasti ini berangka tahun 606 saka atau 684 masehi, dipahat pada sebuah batu yang tidak dibentuk ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa melayu kuno, teknik penulisan mendatar, terdiri dari 14 baris. Dari prasasti ini dapat diperoleh informasi tentang nama lengkap raja sriwijaya Dapunta Hyang Srijayanasa. Prasasti ini juga menyatakan bahwa pada tanggal 2 caitr 606 saka (23 Maret 684 Masehi) Dapunta Hyang menitahkan pembuatan taman sriksetra sebagai suatu “pranidhana” atau nazar. Nazar ini dapat ditafsirkan sebagai manifestasi rasa gembira akibat suksesnya militer sriwijaya.

PRASASTI TELAGA BATU



PRASASTI TELAGA BATU

Prasasti Telaga bat ditemukan disitus Sabokingking, 3 ilir Palembang, berhuruf Pallawa dan berbahasa melayu kuno, meskipun tidak berangka tahun, tetapi dari bentuk dan hurufnya diperkirakan sejaman dengan prasasti sriwijaya yang lainnya, yaitu dari abad ke-7 Masehi. Dipahat pada sebongkah batu yang bagian atasnya dihiasi tujuha kepala ular kobra dan dibagian bawah terdapat cerat (pancuran), teknis penulisan mendatar terdiri dari 28 baris. Prasasti ini berisi tentang sumpah setia baik para pejabat kerajaan, termasuk kerabat raja maupun para pekerja dan hamba raja kepada raja sriwijaya yag melanggar sumpah iniakan terbunuh oleh kutukan tersebut,bentuknya yang unik yaitu adaanya tujuh kepala ular kobra  berbentuk pipih yang menaungi seluruh bagian atas prasast dan adanya cerat dibagian bawah, diduga berkaitan dengan pelaksanaan sumpah tersebut, mungkin cerat dibawah digunakan untuk mengalirkan air yang dituangkan kebatu prasasti dan air ini yang diminum sebagai peringatan sumpah.


LOKASI TAMAN WISATA KERAJAAN SRIWIJAYA


Minggu, 14 Februari 2016

PRASASTI KEDUKAN BUKIT



PRASASTI KEDUKAN BUKIT

Prasasti kedukan bukit ditenukan oeh Batenberg 29 oktober 1920 ditepi sungai tatang, desa kedukan bukit dikaki bukit siguntang. Penemuan ini pertamakali dimuat dimajalah dudikundige Versleg pada tahun 1920, dan dikaji oleh N.J Krom dalam karangannya “Hindoe Javaansche Geschiedenies “ tahun 1928. Prasasti ini ditulis dengan uruf Pallawa dan bahasa melayu kuno. Teknik penulisan mendatar, pada tiga sisi yang terdiri dari 10 baris, masing-masing hruf berukuran sekitas 2 cm, dengan kondisi yang sedang aus. Prasasti ini bertarik 604 saka atau 628 Masehi, berisi tentang jayasidhyatra (Perjalanan Jaya) dari perjalanan penguasa sriwijaya yang ergelar Dapunta Hiang, perjalanan ini disertai puluhan ribu bala tentara yang lengkap dengan perbekalan. Di (kedukan Bukit Dapunta Hiang dan balatentaranya berhasil menarik/membangun wanua/perkampungan.

Jumat, 12 Februari 2016

SEJARAH MUSEUM SRIWIJAYA




SEJARAH MUSEUM SRIWIJAYA

Situs Karanganyar secara geografis terletak sekitar 5 kilometer arah barat kota Palembang di daerah meander Sungai Musi. Berdasarkan interpretasi foto udara pada tahun 1984 menunjukkan bahwa penampilan situs Karanganyar merupakan sebuah fitur berupa bangunan air yang secara keseluruhan terdiri dari kolam dan dua pulau yaitu pulau Nangka dan pulau Cempaka, serta kanal, dengan luas areal meliputi 20 ha. Parit-parit yang berada di kanan-kiri Pulau Nangka  merupakan penghubung menuju Sungai Musi.

Keberadaan kolam dan kanal tersebut diduga berfungsi sebagai waduk atau penampungan air untuk mengendalikan pasang-surut Sungai Musi. Bangunan air ini adalah hasil teknologi bangunan basah yang mencerminkan kemampuan Sriwijaya beradaptasi dengan lingkungannya. Kondisi ini sesuai dengan isi prasasti Talang Tuo yang menyatakan bahwa Sriwijaya membuat taman yang dilengkapi dengan bendungan dan kolam-kolam. 

Serangkaian kanal, pulau dan bagian-bagian lainnya memperkenalkan Karanganyar sebagai sebuah karya arsitektur masa lampau yang berkaitan dengan bangunan air. Bangunan air berupa kolam, pulau dan kanal tersebut keberadaannya merupakan bukti hunian manusia pada masa lalu. Selain itu juga ditemukan struktur bangunan bata  di Pulau Cempaka , di situs ini juga ditemukan pecahan bata, manik-manik kaca,  pecahan tembikar, dan pecahan keramik. Analisa yang dilakukan terhadap temuan-temuan keramik tersebut menunjukkan bahwa barang-barang itu berasal dari Cina abad ke-9-12 Masehi.

Langkah yang ditempuh dalam usaha pelestarian situs tinggalan Sriwijaya tersebut adalah dengan pembangunan taman purbakala, yaitu sebuah taman yang dibuat pada situs arkeologi karena nilai penting kepurbakalaannya perlu dilestarikan dan dimanfaatkan bagi kepentingan umum. Dipilihnya situs Karanganyar sebagai lokasi taman dengan alasan merupakan bangunan yang “monumental” dan mencirikan kota Sriwijaya sebagai kota dengan pemukiman lahan basah. Taman ini diresmikan pada tanggal 22 Desember 1994 oleh Presiden Soeharto dengan nama Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya, lengkap dengan museum khusus sebagai pusat kajian Sriwijaya. Museum khusus ini pada tahun 2008 dilakukan renovasi dan diresmikan lagi oleh Prof.dr. Mahyudin, Sp.Og. Wakil Gubernur Sumatera Selatan dengan nama Museum Sriwijaya.












PRASASTI-PRASASTI TINGGALAN SRIWIJAYA



PRASASTI-PRASASTI TINGGALAN SRIWIJAYA

Prasasti (inscription) ialah sumber-sumber sejarah dari masa lampau yang tertulis di atas batu atau logam. Prasasti-prasasti keluaran Kerajaan Sriwijaya sedikitnya sudah diketahui enam belas buah yang tersebar di berbagai wilayah, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia. Persebaran prasasti tersebut membuktikan luasnya kekuasaan Kerajaan Sriwijaya pada masa itu.

Temuan prasasti terbanyak terdapat di wilayah Sumatera Selatan, yaitu Kedukan Bukit, Telaga Batu, Talang Tuwo, Kota Kapur, Boom Baru, Swarnapattra, Kambang Uglen, prasasti Siddhayatra, prasasti Bukit Siguntang, dan lima buah fragmen prasasti.
Di wilayah Provinsi  Lampung ditemukan dua prasasti yaitu prasasti Bungkuk dan Palas Pasemah, sedangkan di wilayah Jambi ditemukan prasasti Karang Berahi.

Selain di wilayah Indonesia prasasti Sriwijaya juga ditemukan di Thailand yaitu Prasasti Ligor dan di India  yaitu Prasasti Nalanda. 

Berdasarkan isinya, prasasti-prasasti tersebut dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu (1) prasasti persumpahan atau kutukan, (2) prasasti peringatan,  dan (3) prasasti  keagamaan. Prasasti persumpahan atau kutukan merupakan isi prasasti-prasasti tinggalan Sriwijaya yang dominan dan penting. Prasasti-prasasti itu adalah Telaga Batu, Kota Kapur, Boom Baru, Palas Pasemah, Bungkuk, dan Karang Berahi. Sedangkan prasasti peringatan yaitu Kedukan Bukit dan Talang Tuo.






Add caption