KEKUATAN
LAUT SRIWIJAYA
Sebagai
sebuah kerajaan yang kehidupannya dari perdagangan, kekuatan laut menjadi
tumpuannya. Sebuah peraturan mengenai kapal-kapal niaga dikeluarkan oleh
penguasa Sriwijaya. Kerajaan lain yang berniaga dengan Sriwijaya, “diwajibkan”
untuk menggunakan kapal Sriwijaya.
Kapal-kapal niaga yang datang ke Sriwijaya
sebelum melanjutkan aktifitas niaganya ke Nusantara, terlebih dahulu membongkar
muatannya untuk dipindahkan ke Kapal Sriwijaya. Dengan kapal Sriwijaya ini
kemudian barang-barang niaga dibawa ke berbagai temapat di Nusantara, seperti
Jawa dan Kalimantan.
Kapal-Kapal
Sriwijaya dibangun dengan menggunakan teknologi tradisi Asia Tenggara, yaitu
dengan menggunakan teknik papan ikat dan kupingan pengikat. Untuk mengikat
papan-papan digunakan tali ijuk. Runtuhan kapal banyak ditemukan di situs di
Sumatera dan juga di perairan Ceribon.
Mengenai
bentuk kapal kira-kira seperti yang digambarkan pada relief candi Borobudur.
Ada yang mempunyai cadik dengan tiang-layar. Dan ada pula yang tidak bercadik.
Kapal yang bercadik diduga merupakan kapal samudra. Kemudinya terletak di
samping bagian belakang.
Dengan
kapal-kapal seperti itulah Sriwijaya menguasai jalur perdagangan selat Malaka.
Beberapa kota pelabuhan di sepanjang tepian selat, berhasil dikuasai.
Kapal-kapal niaga yang melalui selat harus membayar cukai kepada Sriwijaya.
Dengan
penundukan Negara-negara tetangga dalam abad ke tujuh Sriwijaya timbul sebagai
kekuatan besar di Asia Tenggara. Sriwijaya sepenuhnya menguasai lalu lintas
perdagangan dan pelayaran di selat malaka. Keuntungan Sriwijaya dari
perahu-perahu asing yang melalui Selat Malaka berlimpah-limpah. Selain
keuntungan dari penarikan bea-cukai, Sriwijaya masih mendapat keuntungan dari
perdagangan. Dari pernyataan I-tsing mengatakan perahu-perahu asing itu datang
pada musim-musim tertentu. Mereka tinggal selama beberapa minggu lamanya sampai
musim panas atau dingin, menunggu datangnya angin baik. Selama tinggal di
pelabuhan kapal-kapal dadang itu mendapat kesempatan baik untuk membongkar dan
menaikkan muatan demi kepentingan perdagangan.
Selain dari
itu Sriwijaya juga mempunyai hasil bumi yang dapat dijadikan bahan perdagangan
internasional, yakni : tulang penyu, gading, batu bermutu, mutiara,
bermacam-macam kayu, cendana, gaharu, laka dan aloe; dammar, ratus, setangi,
rempah-rempah seperti cengkeh dan lada, tumbuh-tumbuhan untuk obat-obatan
misalnya kardemon.
Barang
dagangan itu dibeli oleh pedagang asing dengan emas dan perak, atau ditukar
dengan barang pecah belah, barang porselen, kain katun, kain sutra, kain
brokat, gula dan beras.
Ramainya
perdagangan menambah kesejahteraan rakyat dan kemakmuran Negara. Dalam bidang
pelayaran dan perdagangan , Sriwijaya tidak bersikap pasif, menggantungkan diri kepada kapal-kapal dan pedagang asing saja. Sriwijaya membina kapal-kapal dagang yang
berlayar ke berbagai Negara asing dan Negara-negara bawahan.
Sebagai
Negara induk Sriwijaya setiap tahun menerima upeti dari Negara-negara bawahan
berupa hasil bumi, perak dan emas atau barang-barang lain dalam jumlah yang
ditentukan. Tidaklah mengherankan bahwa karenanya kekayaan raja Sriwijaya itu
berlimpah-limpah. Uraian I-tsing tentang Sriwijaya memberikan kesan bahwa pada
akhir abad ketujuh Negara Sriwijaya itu makmur sekali. Dikatakan bahwa rakyat
memberikan sajian bungan teratai emas kepada arca budha; dalam upacara agama
tampak perabotan dan arca-arca serba emas. Rakyat dari semua lapisan berlomba
memberi sedekah kepada para pendeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar